Friday, July 18, 2008

1001 alasan untuk mengeluh, 1 alasan untuk bersyukur

Beberapa hari lalu aku menambahkan satu kalimat dibawah judul blogku:
NO GRUMBLING AREA!
Entahlah mengapa aku ingin blog ini menjadi sesuatu yang memotivasi.
Bukan hanya sekedar curhat-curhat tanpa bentuk. Apalagi hanya sekedar mengeluh.
Karena tiap sendi kehidupanku, tak pernah lepas dari keluhan.
Keluhan ibu-ibu yang sedih karena anaknya tidak bekerja.
Keluhan tante yang pusing dengan penyakit menahun.
Keluhan saudara yang tiap saat bingung gali lubang tutup lubang.
Keluhan teman dan sanak yang tak kunjung didatangi jodoh.
Keluhan korban lumpur yang tak kunjung mendapat ganti rugi.
Keluhan keluarga yang menjerit karena kenaikan BBM.
Bahkan pengusaha yang mengeluh karena usaha menjadi lebih sulit.

Kalau mau dipikirkan, tentu kita punya segudang alasan untuk mengeluh..
Tapi mungkin perlu juga dipikirkan..
Apa yang kita peroleh setelah mengeluh?
Selain fakta bahwa keadaan tak dapat diubah dengan keluhan.
Demonstrasi semakin marak dan mengganggu aktivitas masyarakat.
Diikuti dengan saling menghina dan menghujat keadaan.
Bahkan tak jarang yang bermuara pada menuding ketidakadilan berkat Tuhan.
Lalu menularkan pikiran-pikiran negatif pada orang di sekeliling.
Membuat suasana semakin terpuruk…
Semakin tanpa harapan…

Saat ini banyak sekali buku-buku motivasi yang menganjurkan kita untuk berpikir dan bertindak positif, menjauhi kalimat-kalimat negatif, dan berjuang mencapai mimpi kita.
Misalnya, daripada mengatakan “Aku tidak ingin hidup miskin dan pas-pasan!” maka lebih baik menggantinya dengan kalimat “Aku ingin punya penghasilan lebih besar!”
Sebut saja buku-buku positif thinking yang banyak sekali versinya, buku Financial Resolution-nya Tung Desem Waringin, bahkan buku The Secret yang sempat menghebohkan dan jadi best seller karena mengulas tarik-menarik antara pikiran kita dengan semesta. Meski tak semua prinsip harus kita telan bulat-bulat (beberapa yang diajarkan kadang bisa menyesatkan jika tidak disertai dengan pemahaman yang utuh), namun intinya sebenarnya mengajak kita untuk mengendalikan pikiran kita sehingga dapat menggunakannya ke arah yang lebih baik.
Aku senang dengan beberapa slogan belakangan ini sering muncul seperti “Kita bisa!” atau “Indonesia Bisa!” yang dipopulerkan oleh Presiden SBY. Terlepas dari berhasil tidaknya pemerintahan beliau jalankan selama lima tahun ini, tapi aku cukup appreciate karena di tengah berbagai krisis dan juga berbagai tuntutan untuk mengundurkan diri, beliau masih dapat menularkan semangat positif ini. Aku sepakat dengan Pdt. Andreas Abdianto yang mengatakan bahwa dalam kondisi bangsa Indonesia seperti ini, siapapun yang menjadi presiden tidak akan mampu membawa kita keluar dari krisis hanya dalam waktu lima tahun. Tapi setidaknya, seorang pemimpin yang punya integritas, punya ketulusan, masih dapat diterima dan memberi semangat pembaharuan pada masyarakat yang sudah putus harapan dan malah diombang-ambingkan oleh para oknum yang memuaskan kepentingan pribadinya.
Menurutku, sudah saatnya kita meninggalkan budaya mengeluh dan meminta-minta. Aku ingat seorang trainerku yang menegur kami para agen asuransi ketika banyak perubahan-perubahan yang terjadi pada produk dan sistem perusahaan. Ia mengatakan, okelah produk berubah, lebih sulit, lebih kompleks, dll. Tapi so what gitu loh?? Pemenang bukanlah seseorang yang berhasil di kala segalanya baik dan terkendali, tetapi justru berhasil ditengah keterpurukan.
Aku bersyukur untuk koran Jawa Pos yang meskipun banyak beritanya nge-pop dan tak se-intelek Kompas, tapi belakangan ini banyak sekali muatan-muatan positifnya. Tulisan Hermawan Kertajaya yang selama 30 hari membahas MarkPlus Festival, tulisan Dahlan Iskan yang sudah “ganti hati”, pemikiran seorang Azrul Ananda yang memotivasi pembaca, peraturan DBL yang juga mengajak siswa selain gape main basket juga harus tetap belajar, tampilan para lansia metropolis yang ternyata hebat-hebat hingga membuat malu kita yang berusia muda, adalah awal yang bagus untuk membangun mental warga metropolis. Seandainya rubrik atau artikel-artikel itu lebih dominan, tentu saja akan memberi angin segar pada pembaca yang sudah jenuh dengan aneka permainan kotor politik, berita korupsi dan demonstrasi, berita artis cerai, yang hampir semua media sudah memuatnya dan tiap saat televisi menayangkannya.
Kita perlu semangat…
Kita perlu menghidupkan harapan-harapan kita...
Kita perlu kembali menata pikiran dan hati kita…

Pernah ada saat dimana aku merasa hidup demikian sulit…
Anak sedemikian susah diatur…
Pekerjaan dan relasi antar manusia menjadi tidak lancar…
Ketakutan pada masa depan yang tak jelas arahnya…
Ikut mengeluh ketika orang lain mengeluh…
Akhirnya semuanya menjadi benar-benar sulit.
Namun ketika mulai merevolusi cara pandangku, ternyata tak ada yang sulit. 
Aku sedang belajar untuk tidak berkeluh kesah.
Juga sedang belajar untuk selalu bersyukur.
Apakah kemudian anakku sekonyong-konyong menjadi gampang diatur seperti sulap?
Tentu tidak.
Apakah semua kesulitan hidup lantas berubah 180 derajat?
Tentu tidak.
Tetapi aku menjadi lebih bahagia dengan keisengan anakku, kepandaiannya, kelucuannya..
Menjadi bersyukur karena diberi Tuhan jalan yang lebih berliku, karena aku menjadi lebih banyak belajar.

Memang kita punya 1001 alasan untuk mengeluh..
Tapi Tuhan sudah memberi diri-Nya sebagai satu2nya alasan buat kita selalu bersyukur.
Pengorbanan-Nya, penyertaan-Nya, dapat menjadikan hidup kita lebih bermakna.
Tidak perlu mengkuatirkan apapun lagi, dunia maupun akhirat.
Just fear God, fear nothing else…
No grumbling again!

Monday, July 14, 2008

Tubuh manusia memang rapuh...

Beberapa jam lalu my little princess terjatuh dari sofa.
Padahal di rumah justru sedang ramai-ramainya.
Setelah ditelusuri, ternyata dia mengejar balon gas yang direbut oleh seorang supupunya yang memang sengaja menggodanya, kemudian melepaskan balon itu ke plafon, dengan benang pengikat yang menjuntai ke bawah. My little Joy lalu mengejarnya, naik dan berdiri di atas sofa dan mencoba meraih tali pengikat balon tersebut. Namun karena terus melihat keatas, ia terguling (terjengkang tepatnya) melewati tepian sofa yang sudah cukup tinggi namun tidak cukup untuk menahan tubuhnya.

Glodakkk!! Dan tidak ada orang dewasa yang cukup cepat menangkapnya, karena kejadian yang begitu cepat… Aku sendiri duduk menghadap dia, sekitar 8 meter namun karena keterbatasan penglihatan aku tak dapat melihatnya dengan baik, dan tidak cepat berlari ke arahnya. Ia terjatuh dalam posisi nungging, dengan jidat mencium lantai…

Wahhh.. tangisan super keras disertai kepanikan pun melanda rumahku.Kasihan sekali, seketika itu juga sebuah benjolan besar yang mulai membiru dan bengkak menghiasi keningnya. Langsung kuusap2 keningnya untuk meminimalkan bengkak, disertai pemberian gel khusus buat anti bengkak. Sambil kuperiksa apakah ada bagian-bagian lain yang mungkin terluka juga. Semoga semua baik-baik saja, tetapi mungkin ada baiknya dibawa ke dokter jika ragu-ragu untuk memastikan tidak ada yang perlu dikuatirkan.

Duhhh maafkan kami ya..
Betapa banyaknya orang dewasa yang ada di rumah ini, pada saat itu…
Namun betapa lalainya beberapa menit saja tidak berada di dekatnya, bisa terjadi kecelakaan tersebut. Saat dan kondisi yang kami pikir cukup aman, ternyata malah terjadi hal yang beresiko.

Saat ini bengkaknya sudah sedikit turun, namun masih ada.

Tidak bisa kubayangkan betapa sakitnya apa yang dirasakan my little Joy.. Kita yang dewasa saja sering menjerit kesakitan ketika mata kaki terbentur benda keras. Apalagi ini, seorang anak kecil dengan benjolan berdiameter 5 cm di keningnya.

Sekaligus mengutuk tayangan-tayangan kartun atau film-film laga yang selalu mengekspos manusia super hebat yang badannya kebal meski ditembak berkali-kali, jatuh dari tempat tinggi atau dipukul berkali-kali. Sepertinya tubuh manusia itu begitu kuatnya. Membuat bias paradigma anak-anak yang tontonannya tidak dikontrol oleh orangtua. Bahkan mungkin bias di para mahasiswa IPDN yang juga sering mendaratkan bogem mentah di tubuh sesamanya! Mengira bahwa jatuh dari tempat tinggi akan baik-baik saja, dipukul hanya akan memar saja dan sedikit berdarah. 

Padahal sedemikian rapuhnya…

Terhadap benturan, terhadap virus, terhadap bakteri, atau terhadap benda tajam (Tepian kertas pun dapat mengiris buku jari kita!)

Joy yang jatuh dari tempat yang terhitung rendah saja bisa memperoleh benjol yang sedemikian besar. Apalagi yang jatuh dari ketinggian-ketinggian luar biasa itu.. 

Well, semoga tidak terjadi lagi hal yang tidak menyenangkan ini…

Being Single (Part 2)

Artikel ini aku comot dari email yang masuk di inbox-ku dan kupikir sudah cukup menyebar di dunia maya. Thank's to Nancy yang udah fwd ke aku ya..

From the sermon of Ps Jeffry Rachmat, JPCC -Jakarta.

Read this sentences carefully:
Baik atau buruknya suatu hubungan (teman, berpacaran/pranikah, atau pernikahan), tergantung dari siapa saja yang terlibat dari hubungan itu.

OMELET TELUR BUSUK

Relationship kita dengan orang lain, tentu terkait erat dengan pribadi orang itu sesungguhnya. Seorang tokoh motivasi terkenal juga pernah bilang, kita adalah rata-rata dari karakter teman-teman kita, dengan kata lain keberadaan kita ini dipengaruhi oleh orang di sekeliling kita.

Ilustrasi 1:

Omelet, alias telor dadar/orak-arik akan menjadi makanan yang enak (terutama buat yang lapar) kalo terbuat dari telur-telur yang segar dan baik. Tapi aku pernah bikin omelet dari 4 telur, dan ternyata waktu aku pecahkan telur ke-4 dan tercampur dengan 3 yang lain, telur ke 4 itu udah busuk.

Wakzzz...
Apakah ada yang mau omelet dari 3 telur bagus dan 1 telur busuk..??
Tentu ga akan ada yang mau, because the 4th egg, has made the whole things going bad. Yup, si telur busuk tadi udah mempengaruhi/merusak telur-telur yang baik. Dan kabar buruknya adalah : Omelet itu gak bisa jadi telur lagi.

Ilustrasi di atas, ga jauh beda dengan relationship yang kita alami dengan teman-teman kita, termasuk juga dalam pernikahan. Relationship hanya bisa seindah dengan siapa kita menjalin hubungan itu. Kalo dalam pernikahan sudah diaduk menjadi satu, dan jika baru ketahuan kalau telur yang satu busuk dan mengalahkan telur yang baik... owww... that's terrible.

Now, kita lihat pada ayat dibawah ini, ayat yang mengawali tentang relationship antar manusia.

Kejadian 2:18 TUHAN Allah berfirman:

"Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia."

King James Version :

"And the LORD God said, It is not good that the man should be alone; I will make him a help meet for him."

Jika manusia seorang diri/alone: Tuhan katakan itu "tidak baik".

Seorang diri = alone/sendirian, bukan single. Manusia yang "alone" artinya: sendiri saja, eksklusif, terisolasi, menyendiri, tersendiri, tidak ada teman. Ini adalah kondisi yang tidak baik.

Mengapa TIDAK BAIK jika manusia seorang diri saja?Here's the reason:

1. Karena KASIH. Sifat dasar dari kasih adalah MEMBERI, to give. God is Love, jadi supaya Tuhan bisa mengasihi maka Tuhan menciptakan manusia agar Tuhan bisa mencurahkan kasih-Nya.
2. Karena untuk memperoleh keturunan, maka harus berpasangan dengan lawan jenisnya.
3. Karena talenta dan kemampuan kita tidak dapat dikembangkan sendirian saja. Tetapi untuk mengembangkan karakter, diperlukan orang lain! Betul khan?
You see guys? It's not good for a man to be alone (sendiri, eksklusif, menyendiri, tidak berteman)

But it's good to be SINGLE !

SINGLE artinya: tunggal, whole, utuh, complete, terpisah, unik (English Dictionary), whole, unique, undivided.

Tuhan tidak bilang: It's not good to be single, tapi yang Dia bilang : It's not good to be alone. Adam=adalah pribadi yang "single", artinya complete, utuh, sempurna. Dikatakan "Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu sungguh amat baik".  Ini berarti Adam adalah pribadi yang utuh, single, complete, and nothing wrong with Adam as his person.

Tidak pernah dikatakan bahwa Adam sibuk mencari pasangan untuk mengisi kekosongan jiwanya. Tidak!
Yang tercatat adalah : Adam mengusahakan dan memelihara Taman Eden, sendirian. Termasuk kerjaan yang mahaberat, yaitu memberi nama segala mahkluk hidup yang ada di bumi. Begitu sibuknya dia, sampai Adam enggak sadar kalo dia perlu teman.

Tuhanlah yang bilang, bahwa "It's not good for a man to be alone".

Adam sibuk, concern dgn pekerjaannya sehingga dia tidak merasa membutuhkan teman. Inisiatif berpasangan, justru datangnya dari Tuhan. Perhatikanlah, pada saat Adam setia menjalankan panggilannya, maka Tuhan kasih bonus yaitu Pasangan Hidup. 

Waktu Tuhan menciptakan Hawa, wanita diciptakan BUKAN untuk membuat Adam menjadi complete.

Why? Krn Adam sudah complete sejak sebelum dia ketemu wanita. Tujuan penciptaan wanita, sebagai penolong bagi Adam.

The Lord said, "I'm going to make him a helper".

Ilustrasinya: Untuk mengangkat meja sendirian, bisa dilakukan. Tetapi dengan adanya penolong, maka akan membuat segala sesuatu menjadi lebih mudah, right?.

Sekalipun saat itu Adam masih sendirian (alone), tetapi dia tidak merasa kesepian. Temen2 perlu ingat bahwa alone, belum tentu kesepian/lonely. Adam memang tidak kesepian krn ada Tuhan di situ, tetapi jelas bahwa Tuhan bilang "it's not good for a man to be alone".

'SINGLE'NESS
Guys, Kapan kita tahu bahwa kita siap untuk menerima pasangan?
Yaitu pada saat kita merasa tidak membutuhkan pasangan, karena disitulah kita merasa Complete.  Adam telah membuktikannya. Hawa datang bukan pada saat dia sedang sibuk sana-sini mencari pasangan. Tuhan memberikan pasangan, justru pada saat Adam ada dalam kondisi terbaik, saat sedang complete, utuh (single) dan menikmati panggilannya.

Singleness, adalah suatu tahapan yang harus dicapai oleh setiap orang yang akan menikah.

Hanya orang yang SINGLE, utuh-complete-matang-unik-secure-aman, hanya "single person" yang siap masuk ke dalam arena pernikahan. Sebab pernikahan seharusnya terjadi antara two single persons, antara laki-laki yang utuh dan wanita yang utuh.

Tetapi seringkali faktanya, pernikahan terjadi antara dua orang yang saling tidak utuh, yang saling mencari keutuhan dari diri pasangannya masing-masing.

Ilustrasi:

Ada dua gelas berisi air yang tidak penuh, diibaratkan sebagai seorang individu. Pada masa pra nikah, seringkali seseorang berkata "ohh..kekasih saya adalah orang yang bisa memenuhi hidup saya" atau "bersama dengan kekasih saya, hidup saya menjadi utuh/complete".

Faktanya adalah:

Setelah yang gelas yang satu mengisi gelas yang lain, apa yang terjadi? Maka salah satu dari gelas itu akan menjadi kosong!

Pernikahan tidak akan menjadi baik kalau ternyata kita mendapatkan orang yang tidak single/tidak complete/tidak utuh. Perbuatan yang salah, jika kita mencari seseorang yang bisa mengisi
kekosongan dalam hati kita. Bahkan, beberapa diantara kita mungkin udah mulai mencari-cari orang lain yang bisa mengisi kekosongan dirinya, sejak dari kecil...!! SMP mungkin?
Matius 22:39

"Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri."
Yesus berkata, supaya kita bisa mengasihi sesama kita, baik itu pasangan kita, isteri/suami kita, maka kita harus bisa mengasihi diri sendiri. Tidak bisa mengasihi dirimu sendiri = tentu tidak bisa mengasihi sesamamu manusia. Perlu dicatat bahwa mengasihi diri sendiri: bukan berarti selfish, self center, atau egois, melainkan menjadi utuh, complete, dan single!!

Lantas bagaimana caranya mengasihi dirimu sendiri:

1. Mengenal diri kita sendiri.

Do you know who you are ? Do you know why you are in God? Do you know why you are here? Do you know your identity?

Yesus adalah pribadi yang mengetahui siapa diriNya, sehingga Dia bisa mengasihi orang lain. (Yoh 14:6,10:9, 10:11, 6:35, 8:12, 11:25)

2. Menerima diri kita, apa adanya

Artinya kita memiliki gambar diri yang telah dipulihkan dalam Kristus.

Pernikahan yang tidak baik ialah dua individu yang tidak bisa mengasihi diri sendiri, tidak mengenal dirinya sendiri, tidak bisa menerima dirinya sendiri, tetapi berusaha (memaksakan diri) untuk saling mengasihi. Lihat contohnya di sinetron Indonesia.

Beberapa relationship pra nikah atau malah pernikahan, sebetulnya "mengosongkan" diri kita, atau "dries you up", atau membuat kondisi kita menjadi kering, yaitu pada saat pasangan kita berusaha memenuhi kekosongan dirinya.

Jika pasangan kita sedikit-sedikit telpon kita dan bilang, "Kenapa sih elo gak telp gue?",  atau sedikit-sedikit "Kenapa sih elo ga perhatiin gue?", atau "Kenapa sih elo enggak seperti yang lain?"

Sesungguhnya, kalau kita Single (complete, utuh, whole), maka kita tidak segitu butuhnya diperhatikan, karena kita bisa mengasihi diri sendiri dan siap mengasihi orang lain. Yesus adalah pribadi yang tahu persis siapa dirinya, apa tujuan hidupnya, dan kenapa Dia ada di muka bumi ini. (Yohanes 8:14)

IT'S MORE IMPORTANT TO BE  SINGLE
Ternyata jika ditelaah lebih jauh, lebih penting untuk menjadi "single" lebih dahulu ketimbang menikah. Adalah lebih aman untuk tidak menikah lebih dahulu, daripada menikah tapi kita belum menjadi single. Hal yang paling berbahaya dalam pernikahan adalah orang yang tidak single (utuh), menikah dengan orang yang tidak single (utuh). Itulah penyebab perceraian dan memudarnya kebahagiaan dalam pernikahan.
Ilustrasi:

Masih mending kalau gelas tadi berisi 50:50. Yang lebih parah, jika yang satu dalam kondisi yang dibawah 50%. Jika individu yang satu tidak bisa memenuhi yang lain, maka pasangannya akan mencari orang lain, yang dianggap bisa memenuhi kekosongan dirinya dan terjadilah perselingkuhan yang berujung pada perzinahan. Lihatlah pada realita yang ada, orang yang tidak utuh/complete/single menikah dengan yang tidak utuh, maka tinggal menunggu waktu saja dan dalam hitungan jari, tahun2  pernikahan akan segera berakhir.

It's more important to you to be SINGLE first, then get married. Kalaupun sekarang kita belum get married, yang terpenting kita menjadi SINGLE, maka dengan demikian kita tetap bersukacita. Sebab, orang yang tidak SINGLE, tidak utuh, tidak dapat menguasai dirinya (Amsal 25:28). Bagaimana mungkin orang yang kosong (tidak utuh) akan dapat mengendalikan dirinya? Dia hanya bisa mengendalikan sebagian dari dirinya, tidak sepenuhnya. Tentu saja, hanya orang yang Single, yang complete/penuh/utuh, akan dapat mengendalikan hidupnya.

READ THIS:

Orang yang tidak utuh/complete, tidak dapat memberikan apa-apa untuk pasangannya karena memang tujuan awal dia mencari pasangan adalah selfish, hanya untuk mengisi kekosongan dirinya sendiri. Pasangan seperti ini hanya akan banyak menuntut, banyak minta diperhatikan dsb. Dia akan mengganggu konsentrasi hidup kita, pekerjaan, karier, bisnis dll. This person will dries you up.

IT'S A WRONG MYTH

Mitos yang keliru ialah: Menikah adalah kunci menuju kebahagiaan, seakan belum lengkap kalau belum menikah. Ini menyebabkan kebanyakan orang sejak muda berpikir untuk mencari seseorang, untuk mengisi kekosongan dirinya. It's completely wrong, guys. Why ?? Karena kekosongan hidup kita hanya bisa diisi oleh Tuhan.

Makanya Tuhan Yesus bilang, "Seek ye first the Kingdom of God", Mat 6:33. Tuhanlah yang seharusnya menjadi pusat, sumber dan inspirasi untuk mengisi kekosongan hati kita. Kita semua tahu, bahwa kita tidak perlu menikah untuk menjadi complete. Pernikahan tidak selalu menambah urapan dalam diri kita, tidak selalu akan menjadikan kita sebagai berkat bagi orang lain.

That's not the point of a marriage. Kepenuhan panggilan kita hanya bisa didapat di dalam Tuhan, yaitu pada saat kita tahu siapa diri kita, kita bisa menerima diri kita sendiri, kita tahu kenapa kita ada disini, dan kita memahami apa tujuan hidup kita.

Kunci menerima kebahagiaan yang sebenarnya adalah:

Apabila kita menjadi single/utuh/complete, mengenali siapa kita di dalam Tuhan dan mengetahui tujuan hidup kita, baik dalam keadaan menikah atau tidak menikah.

Ada orang-orang yang masih sendirian, belum berpasangan/menikah, tetapi dia tidak pernah merasa kesepian karena dia single/utuh/complete dalam panggilannya. Tidak dipungkiri, bisa saja sewaktu-waktu ada keinginan memiliki pasangan, tetapi keinginan itu tidak pernah membuat dia menjadi goyah dan tetap maksimal dalam panggilannya.

SEKALI LAGI: HANYA BISA DIISI OLEH YESUS
Banyak orang yang sendirian tapi dia belum utuh/kosong/sepi, hidupnya banyakdiisi dengan usaha-usaha utk memenuhi kekosongan dirinya dan menjadi orang yang sibuk sana-sini mencari tulang rusuknya. Cobain sana, cobain sini, lirik sana-sini, jadian sana-sini, putus sana-sini. Jika dia menikah, bisa jadi dia malah akan merusak pasangannya jika pasangannya adalah orang yang "single". Ingat ilustrasi omelet. Telur yang busuk akan merusak telur yang baik. Nahh, jika pasangannya tidak single/utuh, wahh... akan lebih parah lagi. Mereka akan saling mengeringkan, saling menuntut, saling menyakiti dan tidak dewasa, dan akan berakibat pada ketidak-bahagiaan dan perceraian. Guys, sekali lagi pahamilah, bahwa rasa kesepian dan tidak utuh, TIDAK BISA DIISI OLEH PASANGAN KITA, melainkan hanya oleh Tuhan Yesus.

Justru pernikahan yang sempurna, hanya bisa dilakukan oleh dua orang "single", yaitu mereka yang telah utuh dan complete. Mereka berdua tidak akan saling mengeringkan, tapi saling memberi pujian, saling mendukung, saling menunjang dan tidak saling menuntut.

These two "single persons" akan menghasilkan sesuatu yang baik, kekuatan yang baru, berkat bagi sekeliling, dll. Tidak heran jika setelah pernikahan, maka baik sang pria maupun sang wanita, akan menjadi individu yang semakin berkualitas, yang mengalami kepenuhan panggilannya di dalam Kristus.

Berbahagialah kita jika menikah dengan pribadi yang "single", pribadi yang utuh/complete, punya kedewasaan dan panggilan dalam Kristus.

Remember:

Hubungan kita hanya sebaik dengan siapa saja yang terlibat dalam hubungan itu.

To be single should be the goal of every person.

Dan entah kita menikah atau tidak, sudah menikah atau belum....STAY SINGLE !!

God bless you.
Joel Dwisatrio

>>>> Wahh artikel yang panjang, tapi menarik. Tetapi bukan sesuatu yang mudah untuk dijalankan, aku rasa (ssst.. krn aku juga mencobanya tetapi sulit..lit..lit..).

Mungkin juga tidak semua orang setuju dengan semua yang diungkapkan oleh penulisnya. Tapi gpp, at least kita membacanya, mengetahuinya dan mencoba untuk menjadi "single" yang benar  ^_^  Selamat berbahagia dan menjadi pribadi yang utuh! JBU.

Lajang Metropolis Yang Berbahagia (Being Single Part 1)

Hari minggu kemarin di Jawapos halaman Metropolis aku menemukan satu artikel menarik.
Ada empat wajah ganteng yang ditulis sebagai lajang metropolis. Kategorinya antara lain tampan, sukses secara karir dan finansial, dan gemar melakukan aktivitas sosial.
Yang menarik perhatianku bukanlah keempat wajah yang memang serba good-looking itu, tapi lebih kepada beberapa caption yg ada di bawah gambar-gambar itu.
Seperti biasa, kalau lajang-lajang kategori “high quality” selalu mendapatkan pertanyaan seputar wanita idaman.

Ada yang menjawab:
“Pengertian, feminin, gaul.”
“Setia, tidak mudah cemburu.”
“Tidak mengekang, tapi tetap perhatian.”
“Harus paham profesi, cantik, putih.”

Tetapi ada satu jawaban yang paling menarik bagiku:
“Wanita yang bahagia dengan dirinya sendiri.”

Wuahh. Kelihatannya simple tapi mengandung filosofi yang sangat tinggi.
Yang mengucapkan kalimat itu bernama Steven Suhadi, baru berusia 26 thn.
Entah apakah si Steven ini mengerti apa yang dia katakan?
Karena di mataku, bisa muncul 2 persepsi:

Pertama, Steven ini mungkin orang yang tidak terlalu mau direpotkan dengan tetek bengek urusan membahagiakan pasangannya. Jadi ia ingin mendapatkan pasangan yang tidak menuntut ini itu dan merepotkan dirinya yang sibuk. Kalau begitu, mungkin ia adalah orang yang egois.

Kedua, konsep yang lebih tinggi. Dia mengerti betul bahwa tiap manusia mempunyai kepenuhannya sendiri. Seumpama dua buah gelas, pernikahan yang baik sebaiknya terjadi dalam keadaan gelas itu sama-sama penuh. Bukannya sama-sama terisi separuh, lalu berharap bahwa pasangannya yang akan memenuhi separuh bagian yang kosong. Yang akan terjadi adalah salah satu gelas akan menjadi kosong! Frustasi, kekecewaan, depresi, dan sakit hati akan mewarnai kehidupan mereka.(Ada artikel dari seorang teman yang sangat bagus tentang ini, kapan-kapan akan aku post disini).

Hmm, sekiranya persepsi kedua itulah yang dimaksudkan oleh si Steven, berarti di usianya yang relatif muda itu dia memiliki pemahaman yang luar biasa, yang oleh orang-orang sepertiku saja barusan paham setelah menikah, hahaha.. Paham pun, belum tentu dapat mengamalkan dalam kehidupanku.

Sebuah cerita: 
Ada seorang kawan (sebut saja namanya X). Si X ini sudah melalui lebih dari 10 tahun pernikahan yang memberinya dua orang putri yang sudah menginjak remaja. Beberapa tahun belakangan ini suaminya menjadi sangat penuntut, dalam hal perhatian maupun fisik (seksualitas). Ada yang mengatakan puber kedua. Si X yang setiap saat dimarahi, diomeli dan dicemburui menjadi sangat ilfil dan akhirnya benar-benar kehilangan rasa kepada suaminya. Parahnya, si suami bukannya mengurangi intensitasnya menuntut ini itu, malahan semakin menjadi-jadi, sehingga kalau menurut pandanganku sudah agak “kelainan jiwa”. Si istri tidak boleh menelepon siapapun, tiap saat menuduh istrinya berselingkuh (meneriakinya di depan umum), tidak boleh mengunci pintu ketika berada di kamar mandi, dan terus-menerus mengancam akan bunuh diri kalau si istri menceraikannya (sang istri ini sekarang memang pada tahap sangat tidak tahan dan ingin segera pergi dari suaminya). Sang suami terus menerus mengatakan sangat sayang pada istrinya, cinta mati kepada istrinya. Tetapi tiap malam yang dilakukan adalah membuat istrinya merasa ketidaknyamanan yang luar biasa, siksaan berupa kata-kata maupun fisik sudah dikeluarkan semua. Bahkan pernah ia nyaris mencekik leher istrinya di saat sedang tidur, supaya si istri tidak tidur dulu dan menemani/melayaninya.

Ada yang mengatakan, si suami mungkin ingin hubungannya bisa seperti pasangan harmonis lain yang bisa berangkulan atau bergandengan mesra, anywhere, anytime. Padahal dari dulu juga si istri bukan tipe wanita yang suka dimesra-mesrai. Moody banget. Apalagi sekarang setelah ilfil! Gak blass! Jadi sekarang jurang semakin dalam dan pertengkaran menjadi makanan sehari-hari mereka. Yang suami semakin posesif dan terobsesi, si istri semakin menjauh. Sudah banyak orang yang turun tangan mencoba menasehati atau mencarikan solusi, tetapi tidak mengubah apapun.

Cerita ini aku bagikan bukan untuk menghakimi siapa yang salah.. Tapi mencoba mengaitkan dengan si gelas yang terisi separuh (atau bahkan tidak sampe separuh??) yang terus-menerus menuntut orang lain (dalam hal ini pasangannya) untuk memberikannya kebahagiaan. Jadi ia menggantungkan seluruh kebahagiaannya dari pasangannya. Orang jenis ini adalah orang yang paling mudah kecewa, mudah frustasi. Dalam tahapan rendah, ia seperti orang yang haus kasih sayang. Inginnya ditelepon, disentuh, dimanja, dan dituruti. Kalau ada yang tidak berjalan sesuai ekspektasinya, ia menjadi gampang marah dan berprasangka. Larinya bisa menjadi posesif, terobsesi dan phobia yang berlebihan. Takut pasangannya berselingkuh, takut tidak bahagia, dll.

Hal ini bukan hanya dialami dalam cerita diatas. Dalam rubrik konsultasi di koran, sering aku menemukan juga remaja-remaja yang sedang kasmaran yang berkeluh kesah karena merasa kekasihnya kurang perhatian atau pencemburu. 

Jadi, jika si Steven mengatakan calon pendamping idaman adalah wanita yang bahagia dengan dirinya sendiri, kemungkinan besar dia juga adalah pria yang bahagia dengan dirinya sendiri. Sehingga dia merasa tidak terlalu membutuhkan pendamping hanya untuk mengisi kekosongan jiwanya. Berarti dia punya nilai plus yang lebih tinggi dibanding dengan yang mencantumkan kriteria:
"pengertian" = berarti takut pasangannya salah mengerti!
"feminin" = biar tidak ada yang menyaingi ke-laki-lakian-nya!
"gaul” = biar tidak malu-maluin  dan tidak nyusahin!
"setia" = karena takut ditinggalkan!
"tidak mudah cemburu" = biar hidup damai dan bisa bergaul bebas dengan teman wanita!
"tidak mengekang" =  biar bisa melakukan apa saja!
"perhatian" = untuk memuaskan dahaga kasih sayang!
"harus paham profesi" = biar tidak dilarang-larang!
"cantik, putih"= biar gak bikin malu kalo diajak jalan!
Yang pada akhirnya, kriteria ini semua bermuara pada diri sendiri..  

Orang yang bahagia dengan atau tanpa pasangan hidup, adalah orang yang “utuh/complete”. Tahu benar apa dan siapa dirinya, dan tahu benar bagaimana menjalani hidup dengan bahagia, bukannya harus menikah atau harus pacaran supaya bisa bahagia.

Aku menulis artikel ini, bukan apa-apa. Hanya kadang gerah juga dengan desakan orangtua (tante, nenek, dll) yang menyuruhku mencarikan “jodoh” atau “kenalan” buat saudara-saudaraku yang masih menjomblo. Sepertinya setelah menikah, semua tugas sebagai orangtua sudah selesai.... Padahal tidak sedikit anak-anaknya yang telah menikah malah membuat mereka tambah sakit kepala.
Banyak juga teman-teman yang sudah masuk fase “gelisah” karena tak kunjung menikah, sehingga meminta dikenalkan dengan kenalan-kenalan yang ada. Padahal secara kehidupan mereka cukup sempurna. Hmm, gak apa sih kalo untuk melebarkan jaringan.. Asal bukan kebutuhan yang dianggap mendesak aja, hahaha..

Kembali ke “konsep bahagia”, sebenarnya sudah pernah kutuliskan dalam postingan terdahulu (Joy or Happiness). Tapi sekali lagi aku ingin sekali bisa menjadi orang yang bisa berbahagia dengan diri sendiri. Karena aku sudah punya Tuhan yang bisa memenuhi ruang hidupku, sehingga tidak ada alasan untuk tidak bahagia.

Ah, semoga saja bisa…
Dan harus bisa!